PENYIMPANGAN SEKSUAL
A. Pengertian Penyimpangan Seksual
Penyimpangan seksual (deviasiseksual) bisa didefinisikan sebagai dorongan
dan kepuasan seksual yang ditunjukan kepada obyek seksual secara tidak
wajar. Penyimpangan seksual kadang disertai dengan ketidakwajaran seksual,
yaitu perilaku atau fantasi seksual yang diarahkan pada pencapaian orgasme
lewat relasi diluar hubungan kelamin heteroseksual, dengan jenis kelamin yang
sama, atau dengan partner yang belum dewasa, dan bertentangan dengan norma-norma
tingkah laku seksual dalam masyarakat yang bisa diterima secara umum. (Junaedi,
2010).
Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk
mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang
digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar.
(Abdullah, 2008). Sedangkan menurut Farhan (2002) yang dimaksud penyimpangan
seksual adalah pemenuhan nafsu biologis dengan cara dan bentuk yang menyimpang
dari syariat, fitrah dan akal sehat.
B. Batasan Penyimpangan Seksual
Seringkali dalam masyarakat terdapat pengetahuan kalau
perilaku seks, khususnya yang tidak sesuai dengan norma agama, norma hukum,
atau norma susila, yang dilakukan oleh remaja, dikatakan sebagai penyimpangan
atau kelainan seksual, tapi secara psikologi pengertian itu tidak selamanya
benar. Karena pengertian secara luas tingkah laku seksual itu sendiri, adalah
segala perilaku yang didasari oleh dorongan seks. Ada dua jenis perilaku seks,
yaitu perilaku yang dilakukan sendiri, seperti masturbasi, fantasi seksual,
membaca/ melihat bacaan porno, dan lain-lain serta perilaku seksual yang
dilakukan dengan orang lain, seperti berpegangan tangan, berciuman, petting/
bercumbu berat hingga berhubungan intim.
Dalam tinjauan psikologis proses tingkah laku yang
lazim terdiri dari menyukai orang lain, timbulnya gairah, diikuti dengan
tercapainya puncak kepuasan seksual atau orgasme dan diakhiri dengan tahap
pemulihan (resolusi). Di dalam perkawinan, semua proses hubungan seks akan
terpenuhi, sehingga tidak diragukan lagi kenormalannya berdasarkan norma
psikologi. Bahkan masturbasi (onani) dan mimpi basah juga memenuhi semua proses
untuk sampai pada puncak kepuasan seksual. Semua proses ini bukanlah merupakan
kelainan atau penyimpangan.Pada usia remaja masih terbatas sekali kesempatan
(atau bahkan belum ada) untuk mendapatkan pasangan atau penyaluran untuk
bertingkah laku seksual atau melakukan hubungan seks untuk mendapatkan
kepuasan.
Jadisebagaipenyaluranhasratseksualmereka,
remajamelakukan masturbasi, dan memang jika terlalu lama tidak mengalami
orgasme, remaja itu secara alamiah akan mengalami mimpi basah. Jadi masturbasi
dan mimpi basah masih dipandang sebagai perilaku normal dari tinjauan
psikologis. Begitu pula, aktivitas-aktivitas seksual remaja lainnya yang
termasuk prasenggama seperti, berciuman, bergandengan tangan, dalam aktivitas
berpacaran , adalah normal menurut kriteria psikologi. Normal dalam arti bahwa
hal tersebut adalah proses alamiah yang akan dialami oleh setiap manusia sebagai
mahluk seksual yang memiliki libido atau dorongan seksual. Pengertian normal
secara psikologi tidak sama dengan normal dalam ukuran norma (agama, sosial,
dan budaya).
C. Bentuk-Bentuk Penyimpangan Seksual
Bentuk-bentuk dari penyimpangan seksual itu diantaranya:
1. Homoseksual
Homoseksualmerupakankelainanseksualberupadisorientasipasanganseksualnya.
Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbi untuk penderita perempuan.
Hal yang memprihatinkan disini adalah kaitan yang erat antara homoseksual
dengan peningkatan risiko AIDS. Pernyataan ini dipertegas dalam jurnal
kedokteran Amerika (JAMA tahun 2000), kaum homoseksual yang “mencari”
pasangannya melalui internet, terpapar risiko penyakit menular seksual
(termasuk AIDS) lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak.
2. Sadomasokisme
Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan seksual
diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu
menyakiti atau menyiksa pasangannya. Sedangkan masokisme seksual merupakan
kebalikan dari sadisme seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya
disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual.
3. Ekshibisionisme
Penderita ekshibisionisme akan memperoleh kepuasan
seksualnya dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang
sesuai dengan kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik dan menjerit ketakutan,
ia akan semakin terangsang. Kondisi begini sering diderita pria, dengan
memperlihatkan penisnya yang dilanjutkan dengan masturbasi hingga ejakulasi.
4. Voyeurisme
Istilah voyeurisme (disebut juga scoptophilia) berasal
dari bahasa Prancis yakni vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini
akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip atau melihat orang lain
yang sedang telanjang, mandi atau bahkan berhubungan seksual. Setelah melakukan
kegiatan mengintipnya, penderita tidak melakukan tindakan lebih lanjut terhadap
korban yang diintip. Dia hanya mengintip atau melihat, tidak lebih. Ejakuasinya
dilakukan dengan cara bermasturbasi setelah atau selama mengintip atau melihat
korbannya. Dengan kata lain, kegiatan mengintip atau melihat tadi merupakan
rangsangan seksual bagi penderita untuk memperoleh kepuasan seksual. Yang
jelas, para penderita perilaku seksual menyimpang sering membutuhkan bimbingan
atau konseling kejiwaan, disamping dukungan orang-orang terdekatnya agar dapat
membantu mengatasi keadaan mereka.
5. Fetishisme
Fatishi berarti sesuatu yang dipuja. Jadi pada
penderita fetishisme, aktivitas seksualnya disalurkan melalui bermasturbasi
dengan BH (breast holder), celana dalam, kaos kaki, atau benda lain yang dapat
meningkatkan hasrat atau dorongan seksual. Sehingga, orang tersebut mengalami
ejakulasi dan mendapatkan kepuasan. Namun, ada juga penderita yang meminta
pasangannya untuk mengenakan benda-benda favoritnya, kemudian melakukan
hubungan seksual yang sebenarnya dengan pasangannya tersebut.
6.
Pedophilia / Pedophil / Pedofilia / Pedofil
Adalah orang
dewasa yang yang suka melakukan hubungan seks / kontak fisik yang merangsang
dengan anak di bawah umur.
7.
Bestially
Bestially adalah manusia yang suka
melakukan hubungan seks dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi, kuda,
ayam, bebek, anjing, kucing, dan lain sebagainya.
8.
Incest
Adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga
sendiri non suami istri seperti antara ayah dan anak perempuan dan ibu dengna
anak cowok.
9. Necrophilia/Necrofil
Adalah orang yang suka melakukan hubungan seks dengan
orang yang sudah menjadi mayat / orang mati.
10. Zoophilia
Zoofiliaadalah orang yang senang dan terangsang melihat
hewan melakukan hubunganseksdenganhewan.
11. Sodomi
Sodomi adalah pria yang suka berhubungan seks melalui
dubur pasangan seks baik pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan pasangan
perempuan.
12. Frotteurisme/Frotteuris
Yaitu suatu bentuk kelainan seksual di mana seseorang
laki-laki mendapatkan kepuasan seks dengan jalan menggesek-gesek/menggosok-gosok
alat kelaminnya ke tubuh perempuan di tempat publik/umum seperti di kereta,
pesawat, bis, dan lain-lain
13. Gerontopilia
adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang
pelaku jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah berusia
lanjut (nenek-nenek atau kakek-kakek). Gerontopilia termasuk dalam salah satu
diagnosis gangguan seksual, dari sekian banyak gangguan seksual seperti
voyurisme, exhibisionisme, sadisme, masochisme, pedopilia, brestilia,
homoseksual, fetisisme, frotteurisme, dan lain sebagainya. Keluhan awalnya
adalah merasa impoten bila menghadapi istri/suami sebagai pasangan hidupnya,
karena merasa tidak tertarik lagi. Semakin ia didesak oleh pasangannya maka ia
semakin tidak berkutik, bahkan menjadi cemas. Gairah seksualnya kepada pasangan
yang sebenarnya justru bisa bangkit lagi jika ia telah bertemu dengan idamannya
(kakek/nenek).
D. Faktor-Faktor Penyebab Penyimpangan
Seksual
Masalah
seksualitas remaja timbul karena faktor-faktor berikut:
1.
Meningkatnya libido seksualitas
Perubahan-perubahan hormonal yang
meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasyrat
seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.
2.
Penundaan usia perkawinan
a.
Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena
adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya
undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas usia menikah (sedikitnya
16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria), maupun karena norma sosial yang
makin lama makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan
(pendidikan, pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lain).
b.
Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap
berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum
menikah. Bahkan larangannya berkembang lebih jauh kepada tingkah-tingkah laku
yang lain seperti ciuman dan masturbasi. Untuk remaja yang tidak dapat menahan
diri akan terdapat kecenderungan untuk melanggar saja larangan-larangan
tersebut.
3.
Tabu-larangan
a. Ditinjau
dari pandangan psikoanalisis, tabunya pembicaraan mengenai seks tentunya
disebabkan karena seks dianggap sebagai bersumber pada dorongan-dorongan naluri
di dalam “id”.
b. Dorongan-dorongan
naluri seksual ini bertentangan dengan dorongan “moral” yang ada dalam “super
ego”, sehingga harus ditekan, tidak boleh dimunculkan pada orang lain dalam
bentuk tingkah laku terbuka.
c. Karena remaja
(dan juga banyak orang dewasa) pada umumnya tidak mau mengakui aktivitas
seksualnya dan sulit diajak berdiskusi tentang seks, terutama sebelum ia
bersenggama untuk yang pertama kalinya.
d. Tabu-tabu
ini jadinya mempersulit komunikasi. Sulitnya komunikasi, khususnya dengan orang
tua, pada akhirnya akan menyebabkan perilaku seksual yang tidak diharapkan.
4.
Kurangnya
informasi tentang seks
Pada umumnya
mereka ini memasuki usia remaja tanpa pengetahuan yang memadai tentang seks dan
selama hubungan pacaran berlangsung pengetahuan itu bukan saja tidak bertambah,
akan tetapi malah bertambah dengan informasi-informasi yang salah. Hal yang
terakhir ini disebabkan orang tua tabu membicarakan seks dengan anaknya dan
hubungan orang tua-anak sudah terlanjur jauh sehingga anak berpaling ke
sumber-sumber lain yang tidak akurat, khususnya teman.
5.
Pergaulan yang makin bebas
Kebebasan
pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, kiranya dengan mudah bisa disaksikan
dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kota-kota besar. Di pihak lain, tidak
dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan
wanita dalam masyarakat sebagai akhibat berkembangnya peran dan pendidikan
wanita sehingga kedudukan wanita makin sejajar dengan pria (Sarwono, 2002).
Hubungan
seksual yang pertama dialami oleh remaja dipengarui oleh berbagai faktor yaitu:
1.
Waktu /saat mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak
pernah memahami tentang apa yang akan dialaminya.
2.
Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau
terlalu longgar.
3.
Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai
kesempatan untuk melakukan pertemuan yang makin sering tanpa kontrol yang baik
sehingga hubungan akan makin mendalam.
4.
Hubungan antar mereka makin romantis.
5.
Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk
mendidik anak-anak untuk memasuki masa remaja dengan baik.
6.
Kurangnya kontrol dari orang tua. Orang tua terlalu
sibuk sehingga perhatian terhadap anak kurang baik.
7.
Status ekonomi. Mereka yang hidup dengan fasilitas
berkecukupan akan mudah melakukan pesiar ke tempat-tempat rawan yang
memungkinkan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya yang
ekonomin lemah tetapi banyak kebutuhan/tuntunan, mereka mencari kesempatan
untuk memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu.
8.
Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan
fasilitas antara lain sering menggunakan kesempatan yang rawan misalnya pergi
ke tempat-tempat sepi.
9.
Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya
kadang-kadang saling ngin menunjukkan penampilan diri yang salah untuk
menunjukkan kemantapannya, misal mereka ingin menunjkkan bahwa mereka sudah
mampu seorang perempuan untuk melayani kepuasan seksnya.
10.
Penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol.
Peningkatan penggunaan obat terlarang dan alkohol makin lama makin meningkat.
11.
Mereka kehilangan kontrol sebab tidak tahu
batas-batasnya mana yang boleh dan mana tidak boleh.
12.
Mereka merasa sudah saatnya untuk melakukan aktifitas
seksual sebab sudah merasa matang secara fisik.
13.
Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada
pacarnya.
14.
Penerimaan aktifitas seksual pacarnya.
15.
Sekedar menunjukkan kegagahan dan kemampuan fisiknya.
16.
Terjadi peningkatan rangsangan pada seksual akibat
peningkatan kadar hormon reproduksi/seksual (Soetjiningsih, 2007).
E. Akibat Penyimpangan Seksual
Akibat pelaku penyimbangan seksual diantaranya:
1. Penyakit Menular Seksual (PMS)
Remaja yang sudah
sering ngelakuin hubungan seks akan selalu terdorong untuk melakukan kembali
dan karena belum ada pasangan tetap maka akan cenderung “jajan” cari selera
yang baru dengan berganti-ganti pasangan. Keadaan ini akan memperparah
terjadinya penyakit menular seksual kayak gonorhoe, cacar lunak, siphilis
maupun AIDS. PMS sering berakhir dengan adanya komplikasi tetap berupa
infertilitas dan kemandulan
2. Kanker leher rahim
Hubungan seks pra nikah
pada umumnya terjadi di kalangan remaja yang usianya belum cukup dewasa. Pada
usia remaja, maturitas sel-sel epitel mulut rahim belum cukup matang. Adanya
rangsangan seksual (gesekan benda tumpul/penis) akan memacu terjadinya proses
keganasan pada leher rahim (kanker)
3. Kehamilan yang nggak dikehendaki dan abortus
provokatus kriminalis
Dampak langsung yang
sering terjadi adanya hubungan seks pra nikah adalah terjadinya kehamilan yang
nggak dikehendaki dan upaya melakukan aborsi ilegal.
Disamping itu, sedikitnya ada 6 dosa akibat adanya perbuatan pergaulan bebas (free sex). Keenam-enamnya akan ditanggung oleh si wanita sedangkan si pria cuman naggung satu.
Disamping itu, sedikitnya ada 6 dosa akibat adanya perbuatan pergaulan bebas (free sex). Keenam-enamnya akan ditanggung oleh si wanita sedangkan si pria cuman naggung satu.
Dosa-dosa yang di
timbulkan:
1. Dosa
biologis
Dosainicumandialami
oleh si wanita. Wanita harus kehilangan keperawanan, selaput dara sobek dan
rasa sakit yang sangat. Wanita pulalah yang akan hamil, melahirkan, menyusui,
merawat dan membesarkan bayi akibat “kecelakaan yang nikmat” tersebut.
Sedangkan si pria cenderung nggak mau tahu, bahkan pergi nggak terdeteksi
2. Dosa
psikologis
Dosa ini juga cenderung
cuman dialami si wanita. Karena secara psikis ia yang menanggung malu, putus
asa, stress dan menyesal
3. Dosa
sosiologis
Dosa inipun banyak
dialami oleh wanita, karena status sosialnya udah berubah menjadi nggak perawan
lagi. Kadang ia dikucilkan, dicaci-maki atau diusir dari komunitas masyarakat.
Sedang si pria belum diusir udah kabur duluan
4. Dosa
akademis
Kalo udah terjadi kayak
gituan, wanitalah yang akan terhambat menikmati pendidikan secara formal. Boleh
jadi ia nggak sanggup nyelesaikan sekolah karena beban mental atau di DO
5. Dosa
historis
Secara historis, wanita
lebih sensitif terhadap peristiwa pahit yang telah terjadi. Ia cenderung trauma
dan sukar melupakan peristiwa masa lampau. Ini akan menjadi beban tersendiri
baginya.
6. Dosa
teologis
Dosa ini akan dialami
oleh wanita maupun pria yang nge-seks tersebut. Dan inilah dosa sesungguhnya
yang akan mendapat laknat dari Alloh swt serta diancam neraka, jika sampai
akhir hayatnya nggak mau tobat.
Usaha-usaha pencegahan
1.
Sikap dan pengertian orang tua
Pencegahan
abnormalitas masturbasi sesungguhnya bias secara optimal diperankan oleh orang
tua. Sikap dan reaksi yang tepat dari orang tua terhadap anaknya yang melakukan
masturbasi sangat penting. Di samping itu, orang tua perlu memperhatikan
kesehatan umum dari anak-anaknya juga kebersihan di sekitar daerah genitalia
mereka. Orangb tua perlu mengawasi secara bijaksana hal-hal yang bersifat
pornografis dan pornoaksi yang terpapar pada anak.
Menekankan
kebiasaan masturbasi sebagai sebuah dosa dan pemberian hukuman hanya akan
menyebabkan anak putus asa dan menghentikan usaha untuk mencontohnya. Sedangkan
pengawasan yang bersifat terang-terangan akan menyebabkan sang anak lebih
memusatkan perhatiannya pada kebiasaan ini; dan kebiasaan ini bias jadi akan
menetap. Orang tua perlu memberikan penjelasan seksual secara jujur, sederhana
dan terus terang kepada anaknya pada saat-saat yang tepat berhubungan dengan
perubahan-perubahan fisiologik seperti adanya ereksi, mulai adanya haid dn
fenomena sexual secunder lainnya.
Secara
khusus, biasanya anak remaja melakukan masturbasi jika punya kesempatan
melakukannya. Kesempatan itulah sebenarnya yang jadi persoalan utama. Agar
tidak bermasturbasi, hendaklah dia (anak) jangan diberi kesempatan untuk
melakukannya. Kalau bisa, hilangkan kesempatan itu. Masturbasi biasanya
dilakukan di tempat-tempat yang sunyi, sepi dan menyendiri. Maka, jangan
biarkan anak untuk mendapatkan kesempatan menyepi sendiri. Usahakan agar dia
tidak seorang diri dan tidak kesepian. Beri dia kesibukan dan pekerjaan menarik
yang menyita seluruh perhatiannya, sehingga ia tidak teringat untuk pergi ke
tempat sunyi dan melakukan masturbasi.
Selain
itu, menciptakan suasana rumah tangga yang dapat mengangkat harga diri anak,
hingga ia dapat merasakan harga dirinya. Hindarkan anak dari melihat, mendengar
dan membaca buku-buku dan gambar-gambar porno. Suruhlah anak-anak berolah raga,
khususnya olah raga bela diri, yang akan menyalurkan kelebihan energi tubuhnya.
Atau membiasakan mereka aktif dalam organisasi kepemudaan dan keolahragaan.
2.
Pendidikan seks
Sex
education (pendidikan seks) sangat berguna dalam mencegah remaja pada kebiasaan
masturbasi. Pendidikan seks dimaksudkan sebagai suatu proses yang seharusnya
terus-menerus dilakukan sejak anak masih kecil. Pada permulaan sekolah
diberikan sex information dengan cara terintegrasi dengan pelajaran-pelajaran
lainnya, dimana diberikan penjelasan-penjelasan seksual yang sederhana dan
informatif.
Pada
tahap selanjutnya dapat dilanjutkan dengan diskusi-diskusi yag lebih bebas dan
dipimpin oleh orang-orang yang bertanggung jawab dan menguasai bidangnya. Hal
penting yang ingin dicapai dengan pendidikan seks adalah supaya anak ketika
sampai pada usia adolescent telah mempunyai sikap yang tepat dan wajar terhadap
seks.
B.
Pengobatan
Biasanya
anak-anak dengan kebiasaan masturbasi jarang dibawa ke dokter, kecuali
kebiasaan ini sangat berlebihan. Masturbasi memerlukan pengobatan hanya apabila
sudah ada gejala-gejala abnormal, bias berupa sikap yang tidak tepat dari orang
tua yang telah banyak menimbulkan kecemasan, kegelisahan, ketakutan, perasaan
bersalah/dosa, menarik diri atau adanya gangguan jiwa yang mendasari, seperti
gangguan kepriadian neurosa, perversi maupun psikosa.
A.
Farmakoterapi:
1.
Pengobatan dengan estrogen (eastration)
Estrogen
dapat mengontrol dorongan-dorongan seksual yang tadinya tidakterkontrol menjadi
lebih terkontrol. Arah keinginan seksual tidak diubah. Diberikan peroral. Efek
samping tersering adalah ginecomasti.
2.
Pengobatan dengan neuroleptik
a.
Phenothizine
Memperkecil
dorongan sexual dan mengurangi kecemasan. Diberikan peroral.
b.
Fluphenazine enanthate
Preparat
modifikasi Phenothiazine. Dapat mengurangi dorongan sexual lebih dari dua-pertiga
kasus dan efeknya sangat cepat. Diberikan IM dosis 1cc 25 mg. Efektif untuk
jangka waktu 2 pekan.
3.
Pengobatan dengan trnsquilizer
Diazepam
dan Lorazepam berguna untuk mengurangi gejala-gejalan kecemasan dan rasa takut.
Perlu diberikan secara hati-hati karena dalam dosis besar dapat menghambat
fungsi sexual secara menyeluruh. Pada umumnya obat-obat neuroleptik dan
transquilizer berguna sebagai terapi adjuvant untuk pendekatan psikologik.
B.
Psikoterapi
Psikoterapi
pada kebiasaan masturbasi mesti dilakukan dengan pendekatan yang cukup
bijaksana, dapat menerima dengan tenang dan dengan sikap yang penuh pengertian
terhadap keluhan penderita. Menciptakan suasana dimana penderita dapat
menumpahkan semua masalahnya tanpa ditutup-tutupi merupakan tujuan awal
psikoterapi.
Pada
penderita yang datang hanya dengan keluhan masturbasi dan adanya sedikit
kecemasan, tindakan yang diperlukan hanyalah meyakinkan penederita pada
kenyataan yag sebenarnya dari masturbasi. Pad kasus-kasus adolescent,
kadang-kadang psikoterapi lebih kompleks dan memungkinkan dilakukan semacam
interview sex education. Psikotherapi dapat pula dilakukan dengan pendekatan
keagamaan dan keyakinan penderita.
C.
Hypnoterapi
Self-hypnosis
(auto-hypnosis) dapat diterapkan pada penderita dengan masturbasi kompulsif,
yaitu dengan mengekspose pikiran bawah sadar penderita dengan anjuran-anjuran
mencegah masturbasi.
D.
Genital Mutilation (Sunnat)
Ini
merupakan pendekatan yang tidak lazim dan jarang dianjurkan secara medis.Pada beberapa daerah dengan kebudayaan
tertentu, dengan tujuan mengurangi/membatasi/meniadakan hasrat seksual
seseorang, dilakukan mutilasi genital dengan model yang beraneka macam.
E.
Menikah
Bagi
remaja/adolescent yang sudah memiliki kesiapan untuk menikah dianjurkan untuk
menyegerakan menikah untuk menghindari/mencegah terjadinya kebiasaan
masturbasi.
KEPUSTAKAAN
Abdullah. 2008. Penyimpangan
Seksual.Online. (dalam http://www.diffy.com/cmm/artikel
definisi.penyimpangan1.html. Diakses Tanggal01 November 2014 Pukul 05:12 WIB)
Admin. 2009. Bahayanya
Sex Bebas. Online (Dalam http://tkj-brainnew.blogspot.com/2009/09/bahayanya-sex-bebas.html. Diakses
Tanggal 01 November 2014 Pukul 05:12 WIB)
Admin. 2009. Penyimangan
Seksual. Skripsi dan Makalah. Online (dalam http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/03/penyimpangan-seksual.html. Diakses
Tanggal 01 November 2014 Pukul 05:12 WIB)
Alma Chaniago. 2013. Penyimpangan Seksual. Online (dalam http://almachaniago.blogspot.com/2013/02/penyimpangan-seksual-1-batasan.html. Diakses
Tanggal 01 November 2014 Pukul 05:12 WIB)
Farhan Mahmud. 2002. Penyimpangan Seksual. Online (dalam www.google.com
/seksmenyimpang. Diakses Tanggal01 November 2014 Pukul 05:12 WIB)
Junaedi, Didi. 2010. 17+ Seks Menyimpang. Jakarta: Semesta Rakyat Merdeka.
Sarlito Sarwono. 2002. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.
Suparyanto. 2010. Penyimpangan
Seksual Sexual Deviation. Online (dalam http://dr
suparyanto.blogspot.com/2010/09/penyimpangan-seksual-sexual-deviation.html. Diakses
Tanggal 01 November 2014 Pukul 05:12 WIB)