Minggu, 16 November 2014

Penyimpangan seksual




PENYIMPANGAN SEKSUAL

A.  Pengertian Penyimpangan Seksual
Penyimpangan seksual (deviasiseksual) bisa didefinisikan sebagai dorongan dan kepuasan seksual yang ditunjukan kepada obyek seksual secara tidak wajar. Penyimpangan seksual kadang disertai dengan ketidakwajaran seksual, yaitu perilaku atau fantasi seksual yang diarahkan pada pencapaian orgasme lewat relasi diluar hubungan kelamin heteroseksual, dengan jenis kelamin yang sama, atau dengan partner yang belum dewasa, dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam masyarakat yang bisa diterima secara umum. (Junaedi, 2010).
Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar. (Abdullah, 2008). Sedangkan menurut Farhan (2002) yang dimaksud penyimpangan seksual adalah pemenuhan nafsu biologis dengan cara dan bentuk yang menyimpang dari syariat, fitrah dan akal sehat.

B.  Batasan Penyimpangan Seksual
Seringkali dalam masyarakat terdapat pengetahuan kalau perilaku seks, khususnya yang tidak sesuai dengan norma agama, norma hukum, atau norma susila, yang dilakukan oleh remaja, dikatakan sebagai penyimpangan atau kelainan seksual, tapi secara psikologi pengertian itu tidak selamanya benar. Karena pengertian secara luas tingkah laku seksual itu sendiri, adalah segala perilaku yang didasari oleh dorongan seks. Ada dua jenis perilaku seks, yaitu perilaku yang dilakukan sendiri, seperti masturbasi, fantasi seksual, membaca/ melihat bacaan porno, dan lain-lain serta perilaku seksual yang dilakukan dengan orang lain, seperti berpegangan tangan, berciuman, petting/ bercumbu berat hingga berhubungan intim.
Dalam tinjauan psikologis proses tingkah laku yang lazim terdiri dari menyukai orang lain, timbulnya gairah, diikuti dengan tercapainya puncak kepuasan seksual atau orgasme dan diakhiri dengan tahap pemulihan (resolusi). Di dalam perkawinan, semua proses hubungan seks akan terpenuhi, sehingga tidak diragukan lagi kenormalannya berdasarkan norma psikologi. Bahkan masturbasi (onani) dan mimpi basah juga memenuhi semua proses untuk sampai pada puncak kepuasan seksual. Semua proses ini bukanlah merupakan kelainan atau penyimpangan.Pada usia remaja masih terbatas sekali kesempatan (atau bahkan belum ada) untuk mendapatkan pasangan atau penyaluran untuk bertingkah laku seksual atau melakukan hubungan seks untuk mendapatkan kepuasan.
Jadisebagaipenyaluranhasratseksualmereka, remajamelakukan masturbasi, dan memang jika terlalu lama tidak mengalami orgasme, remaja itu secara alamiah akan mengalami mimpi basah. Jadi masturbasi dan mimpi basah masih dipandang sebagai perilaku normal dari tinjauan psikologis. Begitu pula, aktivitas-aktivitas seksual remaja lainnya yang termasuk prasenggama seperti, berciuman, bergandengan tangan, dalam aktivitas berpacaran , adalah normal menurut kriteria psikologi. Normal dalam arti bahwa hal tersebut adalah proses alamiah yang akan dialami oleh setiap manusia sebagai mahluk seksual yang memiliki libido atau dorongan seksual. Pengertian normal secara psikologi tidak sama dengan normal dalam ukuran norma (agama, sosial, dan budaya).

C.  Bentuk-Bentuk Penyimpangan Seksual
Bentuk-bentuk dari penyimpangan seksual itu diantaranya:
1.    Homoseksual
Homoseksualmerupakankelainanseksualberupadisorientasipasanganseksualnya. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbi untuk penderita perempuan. Hal yang memprihatinkan disini adalah kaitan yang erat antara homoseksual dengan peningkatan risiko AIDS. Pernyataan ini dipertegas dalam jurnal kedokteran Amerika (JAMA tahun 2000), kaum homoseksual yang “mencari” pasangannya melalui internet, terpapar risiko penyakit menular seksual (termasuk AIDS) lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak.


2.    Sadomasokisme
Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan seksual diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa pasangannya. Sedangkan masokisme seksual merupakan kebalikan dari sadisme seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual.

3.    Ekshibisionisme
Penderita ekshibisionisme akan memperoleh kepuasan seksualnya dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang sesuai dengan kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik dan menjerit ketakutan, ia akan semakin terangsang. Kondisi begini sering diderita pria, dengan memperlihatkan penisnya yang dilanjutkan dengan masturbasi hingga ejakulasi.

4.    Voyeurisme
Istilah voyeurisme (disebut juga scoptophilia) berasal dari bahasa Prancis yakni vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi atau bahkan berhubungan seksual. Setelah melakukan kegiatan mengintipnya, penderita tidak melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban yang diintip. Dia hanya mengintip atau melihat, tidak lebih. Ejakuasinya dilakukan dengan cara bermasturbasi setelah atau selama mengintip atau melihat korbannya. Dengan kata lain, kegiatan mengintip atau melihat tadi merupakan rangsangan seksual bagi penderita untuk memperoleh kepuasan seksual. Yang jelas, para penderita perilaku seksual menyimpang sering membutuhkan bimbingan atau konseling kejiwaan, disamping dukungan orang-orang terdekatnya agar dapat membantu mengatasi keadaan mereka.

5.    Fetishisme
Fatishi berarti sesuatu yang dipuja. Jadi pada penderita fetishisme, aktivitas seksualnya disalurkan melalui bermasturbasi dengan BH (breast holder), celana dalam, kaos kaki, atau benda lain yang dapat meningkatkan hasrat atau dorongan seksual. Sehingga, orang tersebut mengalami ejakulasi dan mendapatkan kepuasan. Namun, ada juga penderita yang meminta pasangannya untuk mengenakan benda-benda favoritnya, kemudian melakukan hubungan seksual yang sebenarnya dengan pasangannya tersebut.

6.    Pedophilia / Pedophil / Pedofilia / Pedofil
Adalah orang dewasa yang yang suka melakukan hubungan seks / kontak fisik yang merangsang dengan anak di bawah umur.

7.    Bestially
Bestially adalah manusia yang suka melakukan hubungan seks dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek, anjing, kucing, dan lain sebagainya.

8.    Incest
Adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga sendiri non suami istri seperti antara ayah dan anak perempuan dan ibu dengna anak cowok.

9.    Necrophilia/Necrofil
Adalah orang yang suka melakukan hubungan seks dengan orang yang sudah menjadi mayat / orang mati.

10.     Zoophilia
Zoofiliaadalah orang yang senang dan terangsang melihat hewan melakukan hubunganseksdenganhewan.

11.  Sodomi
Sodomi adalah pria yang suka berhubungan seks melalui dubur pasangan seks baik pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan pasangan perempuan.

12.  Frotteurisme/Frotteuris
Yaitu suatu bentuk kelainan seksual di mana seseorang laki-laki mendapatkan kepuasan seks dengan jalan menggesek-gesek/menggosok-gosok alat kelaminnya ke tubuh perempuan di tempat publik/umum seperti di kereta, pesawat, bis, dan lain-lain

13.  Gerontopilia
adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang pelaku jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah berusia lanjut (nenek-nenek atau kakek-kakek). Gerontopilia termasuk dalam salah satu diagnosis gangguan seksual, dari sekian banyak gangguan seksual seperti voyurisme, exhibisionisme, sadisme, masochisme, pedopilia, brestilia, homoseksual, fetisisme, frotteurisme, dan lain sebagainya. Keluhan awalnya adalah merasa impoten bila menghadapi istri/suami sebagai pasangan hidupnya, karena merasa tidak tertarik lagi. Semakin ia didesak oleh pasangannya maka ia semakin tidak berkutik, bahkan menjadi cemas. Gairah seksualnya kepada pasangan yang sebenarnya justru bisa bangkit lagi jika ia telah bertemu dengan idamannya (kakek/nenek).

D.  Faktor-Faktor Penyebab Penyimpangan Seksual
Masalah seksualitas remaja timbul karena faktor-faktor berikut:
1.    Meningkatnya libido seksualitas
Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasyrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.
2.    Penundaan usia perkawinan
a.       Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas usia menikah (sedikitnya 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria), maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lain).
b.      Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Bahkan larangannya berkembang lebih jauh kepada tingkah-tingkah laku yang lain seperti ciuman dan masturbasi. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan untuk melanggar saja larangan-larangan tersebut.
3.     Tabu-larangan
a.       Ditinjau dari pandangan psikoanalisis, tabunya pembicaraan mengenai seks tentunya disebabkan karena seks dianggap sebagai bersumber pada dorongan-dorongan naluri di dalam “id”. 
b.      Dorongan-dorongan naluri seksual ini bertentangan dengan dorongan “moral” yang ada dalam “super ego”, sehingga harus ditekan, tidak boleh dimunculkan pada orang lain dalam bentuk tingkah laku terbuka. 
c.       Karena remaja (dan juga banyak orang dewasa) pada umumnya tidak mau mengakui aktivitas seksualnya dan sulit diajak berdiskusi tentang seks, terutama sebelum ia bersenggama untuk yang pertama kalinya. 
d.      Tabu-tabu ini jadinya mempersulit komunikasi. Sulitnya komunikasi, khususnya dengan orang tua, pada akhirnya akan menyebabkan perilaku seksual yang tidak diharapkan.
4.     Kurangnya informasi tentang seks
Pada umumnya mereka ini memasuki usia remaja tanpa pengetahuan yang memadai tentang seks dan selama hubungan pacaran berlangsung pengetahuan itu bukan saja tidak bertambah, akan tetapi malah bertambah dengan informasi-informasi yang salah. Hal yang terakhir ini disebabkan orang tua tabu membicarakan seks dengan anaknya dan hubungan orang tua-anak sudah terlanjur jauh sehingga anak berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat, khususnya teman.
5.    Pergaulan yang makin bebas
Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, kiranya dengan mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kota-kota besar. Di pihak lain, tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat sebagai akhibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita makin sejajar dengan pria (Sarwono, 2002).

Hubungan seksual yang pertama dialami oleh remaja dipengarui oleh berbagai faktor yaitu:
1.    Waktu /saat mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak pernah memahami tentang apa yang akan dialaminya.
2.    Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar.
3.    Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai kesempatan untuk melakukan pertemuan yang makin sering tanpa kontrol yang baik sehingga hubungan akan makin mendalam.
4.    Hubungan antar mereka makin romantis.
5.    Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak-anak untuk memasuki masa remaja dengan baik.
6.    Kurangnya kontrol dari orang tua. Orang tua terlalu sibuk sehingga perhatian terhadap anak kurang baik.
7.    Status ekonomi. Mereka yang hidup dengan fasilitas berkecukupan akan mudah melakukan pesiar ke tempat-tempat rawan yang memungkinkan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya yang ekonomin lemah tetapi banyak kebutuhan/tuntunan, mereka mencari kesempatan untuk memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu.
8.    Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan fasilitas antara lain sering menggunakan kesempatan yang rawan misalnya pergi ke tempat-tempat sepi.
9.    Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang-kadang saling ngin menunjukkan penampilan diri yang salah untuk menunjukkan kemantapannya, misal mereka ingin menunjkkan bahwa mereka sudah mampu seorang perempuan untuk melayani kepuasan seksnya.
10.     Penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol. Peningkatan penggunaan obat terlarang dan alkohol makin lama makin meningkat.
11.     Mereka kehilangan kontrol sebab tidak tahu batas-batasnya mana yang boleh dan mana tidak boleh.
12.     Mereka merasa sudah saatnya untuk melakukan aktifitas seksual sebab sudah merasa matang secara fisik.
13.     Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya.
14.     Penerimaan aktifitas seksual pacarnya.
15.     Sekedar menunjukkan kegagahan dan kemampuan fisiknya.
16.     Terjadi peningkatan rangsangan pada seksual akibat peningkatan kadar hormon reproduksi/seksual (Soetjiningsih, 2007).

E.  Akibat Penyimpangan Seksual
Akibat pelaku penyimbangan seksual diantaranya:
1.      Penyakit Menular Seksual (PMS)
Remaja yang sudah sering ngelakuin hubungan seks akan selalu terdorong untuk melakukan kembali dan karena belum ada pasangan tetap maka akan cenderung “jajan” cari selera yang baru dengan berganti-ganti pasangan. Keadaan ini akan memperparah terjadinya penyakit menular seksual kayak gonorhoe, cacar lunak, siphilis maupun AIDS. PMS sering berakhir dengan adanya komplikasi tetap berupa infertilitas dan kemandulan
2.      Kanker leher rahim
Hubungan seks pra nikah pada umumnya terjadi di kalangan remaja yang usianya belum cukup dewasa. Pada usia remaja, maturitas sel-sel epitel mulut rahim belum cukup matang. Adanya rangsangan seksual (gesekan benda tumpul/penis) akan memacu terjadinya proses keganasan pada leher rahim (kanker)
3.      Kehamilan yang nggak dikehendaki dan abortus provokatus kriminalis
Dampak langsung yang sering terjadi adanya hubungan seks pra nikah adalah terjadinya kehamilan yang nggak dikehendaki dan upaya melakukan aborsi ilegal.
Disamping itu, sedikitnya ada 6 dosa akibat adanya perbuatan pergaulan bebas (free sex). Keenam-enamnya akan ditanggung oleh si wanita sedangkan si pria cuman naggung satu.
Dosa-dosa yang di timbulkan:
1.    Dosa biologis
Dosainicumandialami oleh si wanita. Wanita harus kehilangan keperawanan, selaput dara sobek dan rasa sakit yang sangat. Wanita pulalah yang akan hamil, melahirkan, menyusui, merawat dan membesarkan bayi akibat “kecelakaan yang nikmat” tersebut. Sedangkan si pria cenderung nggak mau tahu, bahkan pergi nggak terdeteksi
2.    Dosa psikologis
Dosa ini juga cenderung cuman dialami si wanita. Karena secara psikis ia yang menanggung malu, putus asa, stress dan menyesal
3.    Dosa sosiologis
Dosa inipun banyak dialami oleh wanita, karena status sosialnya udah berubah menjadi nggak perawan lagi. Kadang ia dikucilkan, dicaci-maki atau diusir dari komunitas masyarakat. Sedang si pria belum diusir udah kabur duluan
4.    Dosa akademis
Kalo udah terjadi kayak gituan, wanitalah yang akan terhambat menikmati pendidikan secara formal. Boleh jadi ia nggak sanggup nyelesaikan sekolah karena beban mental atau di DO
5.    Dosa historis
Secara historis, wanita lebih sensitif terhadap peristiwa pahit yang telah terjadi. Ia cenderung trauma dan sukar melupakan peristiwa masa lampau. Ini akan menjadi beban tersendiri baginya.
6.    Dosa teologis
Dosa ini akan dialami oleh wanita maupun pria yang nge-seks tersebut. Dan inilah dosa sesungguhnya yang akan mendapat laknat dari Alloh swt serta diancam neraka, jika sampai akhir hayatnya nggak mau tobat.
 Usaha-usaha pencegahan
1. Sikap dan pengertian orang tua
Pencegahan abnormalitas masturbasi sesungguhnya bias secara optimal diperankan oleh orang tua. Sikap dan reaksi yang tepat dari orang tua terhadap anaknya yang melakukan masturbasi sangat penting. Di samping itu, orang tua perlu memperhatikan kesehatan umum dari anak-anaknya juga kebersihan di sekitar daerah genitalia mereka. Orangb tua perlu mengawasi secara bijaksana hal-hal yang bersifat pornografis dan pornoaksi yang terpapar pada anak.
Menekankan kebiasaan masturbasi sebagai sebuah dosa dan pemberian hukuman hanya akan menyebabkan anak putus asa dan menghentikan usaha untuk mencontohnya. Sedangkan pengawasan yang bersifat terang-terangan akan menyebabkan sang anak lebih memusatkan perhatiannya pada kebiasaan ini; dan kebiasaan ini bias jadi akan menetap. Orang tua perlu memberikan penjelasan seksual secara jujur, sederhana dan terus terang kepada anaknya pada saat-saat yang tepat berhubungan dengan perubahan-perubahan fisiologik seperti adanya ereksi, mulai adanya haid dn fenomena sexual secunder lainnya.
Secara khusus, biasanya anak remaja melakukan masturbasi jika punya kesempatan melakukannya. Kesempatan itulah sebenarnya yang jadi persoalan utama. Agar tidak bermasturbasi, hendaklah dia (anak) jangan diberi kesempatan untuk melakukannya. Kalau bisa, hilangkan kesempatan itu. Masturbasi biasanya dilakukan di tempat-tempat yang sunyi, sepi dan menyendiri. Maka, jangan biarkan anak untuk mendapatkan kesempatan menyepi sendiri. Usahakan agar dia tidak seorang diri dan tidak kesepian. Beri dia kesibukan dan pekerjaan menarik yang menyita seluruh perhatiannya, sehingga ia tidak teringat untuk pergi ke tempat sunyi dan melakukan masturbasi.
Selain itu, menciptakan suasana rumah tangga yang dapat mengangkat harga diri anak, hingga ia dapat merasakan harga dirinya. Hindarkan anak dari melihat, mendengar dan membaca buku-buku dan gambar-gambar porno. Suruhlah anak-anak berolah raga, khususnya olah raga bela diri, yang akan menyalurkan kelebihan energi tubuhnya. Atau membiasakan mereka aktif dalam organisasi kepemudaan dan keolahragaan.
2. Pendidikan seks
Sex education (pendidikan seks) sangat berguna dalam mencegah remaja pada kebiasaan masturbasi. Pendidikan seks dimaksudkan sebagai suatu proses yang seharusnya terus-menerus dilakukan sejak anak masih kecil. Pada permulaan sekolah diberikan sex information dengan cara terintegrasi dengan pelajaran-pelajaran lainnya, dimana diberikan penjelasan-penjelasan seksual yang sederhana dan informatif.
Pada tahap selanjutnya dapat dilanjutkan dengan diskusi-diskusi yag lebih bebas dan dipimpin oleh orang-orang yang bertanggung jawab dan menguasai bidangnya. Hal penting yang ingin dicapai dengan pendidikan seks adalah supaya anak ketika sampai pada usia adolescent telah mempunyai sikap yang tepat dan wajar terhadap seks.
B. Pengobatan
Biasanya anak-anak dengan kebiasaan masturbasi jarang dibawa ke dokter, kecuali kebiasaan ini sangat berlebihan. Masturbasi memerlukan pengobatan hanya apabila sudah ada gejala-gejala abnormal, bias berupa sikap yang tidak tepat dari orang tua yang telah banyak menimbulkan kecemasan, kegelisahan, ketakutan, perasaan bersalah/dosa, menarik diri atau adanya gangguan jiwa yang mendasari, seperti gangguan kepriadian neurosa, perversi maupun psikosa.
A. Farmakoterapi:
1. Pengobatan dengan estrogen (eastration)
Estrogen dapat mengontrol dorongan-dorongan seksual yang tadinya tidakterkontrol menjadi lebih terkontrol. Arah keinginan seksual tidak diubah. Diberikan peroral. Efek samping tersering adalah ginecomasti.
2. Pengobatan dengan neuroleptik
a. Phenothizine
Memperkecil dorongan sexual dan mengurangi kecemasan. Diberikan peroral.
b. Fluphenazine enanthate
Preparat modifikasi Phenothiazine. Dapat mengurangi dorongan sexual lebih dari dua-pertiga kasus dan efeknya sangat cepat. Diberikan IM dosis 1cc 25 mg. Efektif untuk jangka waktu 2 pekan.
3. Pengobatan dengan trnsquilizer
Diazepam dan Lorazepam berguna untuk mengurangi gejala-gejalan kecemasan dan rasa takut. Perlu diberikan secara hati-hati karena dalam dosis besar dapat menghambat fungsi sexual secara menyeluruh. Pada umumnya obat-obat neuroleptik dan transquilizer berguna sebagai terapi adjuvant untuk pendekatan psikologik.
B. Psikoterapi
Psikoterapi pada kebiasaan masturbasi mesti dilakukan dengan pendekatan yang cukup bijaksana, dapat menerima dengan tenang dan dengan sikap yang penuh pengertian terhadap keluhan penderita. Menciptakan suasana dimana penderita dapat menumpahkan semua masalahnya tanpa ditutup-tutupi merupakan tujuan awal psikoterapi.
Pada penderita yang datang hanya dengan keluhan masturbasi dan adanya sedikit kecemasan, tindakan yang diperlukan hanyalah meyakinkan penederita pada kenyataan yag sebenarnya dari masturbasi. Pad kasus-kasus adolescent, kadang-kadang psikoterapi lebih kompleks dan memungkinkan dilakukan semacam interview sex education. Psikotherapi dapat pula dilakukan dengan pendekatan keagamaan dan keyakinan penderita.
C. Hypnoterapi
Self-hypnosis (auto-hypnosis) dapat diterapkan pada penderita dengan masturbasi kompulsif, yaitu dengan mengekspose pikiran bawah sadar penderita dengan anjuran-anjuran mencegah masturbasi.
D. Genital Mutilation (Sunnat)
Ini merupakan pendekatan yang tidak lazim dan jarang dianjurkan secara medis.Pada beberapa daerah dengan kebudayaan tertentu, dengan tujuan mengurangi/membatasi/meniadakan hasrat seksual seseorang, dilakukan mutilasi genital dengan model yang beraneka macam.
E. Menikah
Bagi remaja/adolescent yang sudah memiliki kesiapan untuk menikah dianjurkan untuk menyegerakan menikah untuk menghindari/mencegah terjadinya kebiasaan masturbasi.





























KEPUSTAKAAN

Abdullah. 2008. Penyimpangan Seksual.Online. (dalam http://www.diffy.com/cmm/artikel definisi.penyimpangan1.html. Diakses Tanggal01 November 2014 Pukul 05:12 WIB)
Admin. 2009. Bahayanya Sex Bebas. Online (Dalam http://tkj-brainnew.blogspot.com/2009/09/bahayanya-sex-bebas.html. Diakses Tanggal 01 November 2014 Pukul 05:12 WIB)
Admin. 2009. Penyimangan Seksual. Skripsi dan Makalah. Online (dalam http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/03/penyimpangan-seksual.html. Diakses Tanggal 01 November 2014 Pukul 05:12 WIB)
Alma Chaniago. 2013. Penyimpangan Seksual. Online (dalam http://almachaniago.blogspot.com/2013/02/penyimpangan-seksual-1-batasan.html. Diakses Tanggal 01 November 2014 Pukul 05:12 WIB)
Farhan Mahmud. 2002. Penyimpangan Seksual. Online (dalam www.google.com /seksmenyimpang. Diakses Tanggal01 November 2014 Pukul 05:12 WIB)
Junaedi, Didi. 2010. 17+ Seks Menyimpang. Jakarta: Semesta Rakyat Merdeka.
Sarlito Sarwono. 2002. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.
Suparyanto. 2010. Penyimpangan Seksual Sexual Deviation. Online (dalam http://dr suparyanto.blogspot.com/2010/09/penyimpangan-seksual-sexual-deviation.html. Diakses Tanggal 01 November 2014 Pukul 05:12 WIB)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar